====>>>>TERIMA KASIH SUDAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA SEMOGA BISA MEMBANTU<<<<<=====

Selasa, 09 Januari 2018

HMI ; ANTARA ADA DAN TIADA

MUH. IKHWAN. K

Saya teringat  salah satu organisasi Ke-Mahasiswa-an yang pernah saya masuki dan sempat aktif sebagai Kadernya. Ya, Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI. Hampir semua Mahasiswa yang ada di Nusantara ini mengenal dan tahu Organisasi ini bahkan jika boleh saya berspekulasi, setengah dari Mahasiswa di Indonesia yang beragama Islam adalah Kader HMI.

HMI sebagai Organisasi elit, tertua dan terbesar telah terbukti memenangi beberapa pertarungan keras dalam sejarah Republik ini.  Lahir pada Tahun 1947 dua tahun setelah Indonesia Merdeka dari Ide seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta bernama Prof. Drs. H. Lafran Pane dengan harapan sebagai aktualisasi dari pandangannya tentang Islam dan Indonesia. Alhamdulillah beliau akhirnya mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden RI Joko Widodo pada 9 November 2017.

Tahun 1965 adalah Tahun yang genting bagi Indonesia, HMI lagi-lagi berhasil memenangi laga pertarungan. Praktis selama Orde Baru berkuasa, HMI menjadi satu-satunya organisasi mahasiswa yang Berjaya walaupun menghasilkan dua Ordo HMI yang kita kenal dengan DIPO dan MPO. Tak perlu saya menjelaskan apa dan kenapa sampai HMI membelah diri, sebab kita tidak tahu kepentingan apa yang di bawa oleh dua kelompok yang bertarung di Kongres pada tahun 80an saat itu, yang perlu kita catat bersama bahwa dua kelompok itu melahirkan dua pemimpin baru yakni Eggy dan Azhar.

Selama orde baru berkuasa, HMI hanya menyisahkan rivalnya yakni PMIII. Gusdur pernah berpendapat tentang dua organisasi besar ini, beliau menjelaskan dengan singkat dan apik, saya mengutip apa yang beliau sampaikan “Kalau HMI selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, sementara PMII tak pernah tahu tujuannya apalagi caranya.”

Kader yang progresif, tahan pukul, militan dan siap mati demi mewujudkan kehidupan social yang  lebih baik identik dengan Kader HMI pada saat itu. Bahkan ada satu teori bijak yang entah dari siapa bahwa Manusia yang Paripurna adalah kader HMI, akal dan pikirannya diberi makan ilmu dan pengetahuan, badannya diberi gizi dan olah raga dan jiwanya diberi makan ibadah. Maka sebutan Khairunnas anfa'uhum linnas adalah milik Kader HMI.

Waktu terus berjalan, ide, semangat dan komitmen berubah seiring berjalannya waktu. Usia 70 Tahun bukanlah usia yang muda lagi, jika boleh menganalogikan, ibarat Wanita, HMI sudah tak menarik lagi untuk dipandang, gaun yang mulai luntur, warna yang mulai pudar dan kulit yang sudah mengkerut apalagi semangat hidup. Mungkin analogi ini menjadi acuan bagi seluruh Kadernya. Mari kita sama mencermati dengan jujur, apakah masih ada kita mendengar teriakan semangat perubahan dari HMI? Idealisme, Kajian rutin, diskusi dan bakti social yang dulunya menjadi budaya HMI kini mulai hilang.

Saya mengajak pembaca untuk berbaik hati dalam mengambil kesimpulan bahwa Manusia tetaplah manusia. Khilaf, lalai dan Putus asa selalu ada dalam diri. Saya mengambil kesimpulan bahwa mungkin kader HMI mulai berada di ambang keputusasaan.

Putus asa dengan penuh kesadaran bahwa banyak anak muda bahkan mahasiswa lebih memilih pacaran dan mesra-mesraan, lalu kenapa mereka Kader HMI harus membuang-buang waktunya untuk menggelar diskusi setiap malamnya ?
Putus asa dengan penuh kesadaran bahwa masih banyaknya anak muda yang berstatus mahasiswa diluar sana yang hidupnya baik-baik saja dengan sibuk berpesta serta mengisi waktunya bermain game di ponsel/Komputer sepanjang malam tanpa harus memikirkan problem bangsa ini, lalu mengapa Kader HMI rela tak tidur demi mendengarkan kajian dan  arahan dari seniornya?

Sekeras dan setajam apapun pemikiranya, sekeras dan sekuat apapun kritikan mereka toh Negara ini sudah dirusak oleh pejabatnya. Mau mengadu kemana mereka ? mau mengkritik lewat apa ? Demonstrasi ? bukankah media sudah menjadi darling penguasa ?

Tapi apakah putus asa adalah ajaran Islam ? bukankah HMI adalah Organisasi yang berasaskan Islam ? jika iya, maka semua tingkah laku, tindak tanduk kadernya harus berlandaskan Islam. Surat Yusuf ayat 87 mengatakan “Wahai anak-anakku ! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir”

Hari ini, kita hidup dalam dunia dipenuhi orang-orang yang tidak tahu mana yang penting. Mahasiswa hari ini buta mana yang harusnya diperjuangkan mati-matian, dan mana yang harusnya dicampakkan. Kesetiaan hidupnya bertambat pada yang salah, sehingga gagal menentukan ketulusan.

Semangat perubahan berada pada pundak pemuda dan itu sudah menjadi kesepakatan berjamaah  yang haram hukumnya jika ada yang berniat membantahnya. Tapi Pemuda yang seperti apa ? ya, tak lain dan tak bukan Pemuda yang mempunyai kwalitas intelektual atau dengan sebutan Mahasiswa. Sekarang kita di dihadapkan dengan mahasiswa yang gagal mengorganisir diri menjadi gerakan penekan kebijakan, sehingga muncul penguasa yang dengan mudahnya menciptakan hoaks pembangunan dan maraknya pejabat menyalahgunakan kekuasaan.

Dulu, HMI dikenal dengan semangat Pemudanya mampu membakar semangat perubahan Masyarakat. Dulu HMI, dengan Ke-Intelektualitas-nya mampu mengeluarkan Ide dan perubahan baru di Masyarakat dan menawarkan kepada Pemerintah. Dulu HMI, dengan ke-Sholehan-nya mampu menenangkan semangat perubahan.

Kini, HMI kompak bersama organisasi mahasiswa lain diam membisu. Gairah menuntut perubahan mengendor, Sama-sama melempem, takut lapar dan tidak lagi menjadi pelopor yang menuntut perubahan. Jika sudah seperti ini, bagaimana umat dan Bangsa dapat maju?

HMI mulai hilang di peredaran, Masyarakat dan Umat tak lagi mengenal apa itu HMI, HMI menjadi Organisasi yang sibuk sendiri, Mahasiswa tak lagi tertarik untuk bergabung dengan HMI dan pelan tapi apakah pasti, HMI akan MATI. Kakanda Cak Nur sudah memperingatkan HMI jauh-jauh hari bahwa HMI lebih baik Bubar atau akan menjadi Organisasi yang dilaknat oleh Allah SWT. Atau saya merujuk artikel dari Mojok bahwa jika HMI sebagai organisasi itu hanya alat, Kalau sudah macet dan karatan, tinggalkan saja. Pakailah alat baru. Kalau boleh dipakai. Kalau tidak ya masih ada televisi yang bisa ditonton sebagai obat pelipur lara hati.

Sebelum semuanya terlambat, HMI harus diberi Vaksin. Mulai dari Komisariat sampai pada tingkat PBHMI harus kembali menata diri. Putus semua rantai intervensi senior yang hanya punya  kepentingan pribadi, yang hanya menggunakan HMI sebagai batu loncatan, menjadikan HMI bak Pelacur, menikmatinya, memanfaatkannya lalu mencampakannya setelah nafsunya terpenuhi. Sterilkan tiap pengkaderan dari unsur politik praktis dan asmara. Setidaknya ini untuk sekedar memperlambat kematian HMI.

Tentu kita semua tidak mau dan tak ingin HMI kembali melahirkan Kader yang lebih suka pesta ketimbang zikir, jadi pasukan nasi bungkus ketimbang laskar shaum, produsen pemasok pejabat penghuni lapas dari pada pencetak penghuni surga.

Hidupkan kembali budaya HMI. Kajian, diskusi dan Bakti social kembali diadakan. Kembalilah HMI ke Khitah-mu. Jadilah HMI seperti apa yang di sarankan oleh Mantan Ketua PBHMI  Arief Rosyid Hasan sebagai Penjaga Budaya dan pelopor semangat perubahan. Semoga tujuan
muliamu untuk mewujudkan Masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT tercapai.

Yakinkan dengan Niat, usahakan dengan Ilmu, sampaikan dengan Amal. YAKUSA


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

TARNSLATE