MUH. IKHWAN. K
Saya
teringat salah satu organisasi
Ke-Mahasiswa-an yang pernah saya masuki dan sempat aktif sebagai Kadernya. Ya,
Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI. Hampir semua Mahasiswa yang ada di Nusantara
ini mengenal dan tahu Organisasi ini bahkan jika boleh saya berspekulasi, setengah
dari Mahasiswa di Indonesia yang beragama Islam adalah Kader HMI.
HMI
sebagai Organisasi elit, tertua dan terbesar telah terbukti memenangi beberapa
pertarungan keras dalam sejarah Republik ini. Lahir pada Tahun 1947 dua tahun setelah
Indonesia Merdeka dari Ide seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta bernama
Prof. Drs. H. Lafran Pane dengan harapan sebagai aktualisasi dari pandangannya
tentang Islam dan Indonesia. Alhamdulillah beliau akhirnya mendapatkan gelar
sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden RI Joko Widodo pada 9 November 2017.
Tahun
1965 adalah Tahun yang genting bagi Indonesia, HMI lagi-lagi berhasil memenangi
laga pertarungan. Praktis selama Orde Baru berkuasa, HMI menjadi satu-satunya
organisasi mahasiswa yang Berjaya walaupun menghasilkan dua Ordo HMI yang kita
kenal dengan DIPO dan MPO. Tak perlu saya menjelaskan apa dan kenapa sampai HMI
membelah diri, sebab kita tidak tahu kepentingan apa yang di bawa oleh dua kelompok
yang bertarung di Kongres pada tahun 80an saat itu, yang perlu kita catat
bersama bahwa dua kelompok itu melahirkan dua pemimpin baru yakni Eggy dan
Azhar.
Selama
orde baru berkuasa, HMI hanya menyisahkan rivalnya yakni PMIII. Gusdur pernah
berpendapat tentang dua organisasi besar ini, beliau menjelaskan dengan singkat
dan apik, saya mengutip apa yang beliau sampaikan “Kalau HMI selalu
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, sementara PMII tak pernah tahu
tujuannya apalagi caranya.”
Kader
yang progresif, tahan pukul, militan dan siap mati demi mewujudkan kehidupan
social yang lebih baik identik dengan
Kader HMI pada saat itu. Bahkan ada satu teori bijak yang entah dari siapa
bahwa Manusia yang Paripurna adalah kader HMI, akal dan pikirannya diberi makan
ilmu dan pengetahuan, badannya diberi gizi dan olah raga dan jiwanya diberi
makan ibadah. Maka sebutan Khairunnas anfa'uhum linnas adalah milik Kader
HMI.
Waktu
terus berjalan, ide, semangat dan komitmen berubah seiring berjalannya waktu. Usia
70 Tahun bukanlah usia yang muda lagi, jika boleh menganalogikan, ibarat
Wanita, HMI sudah tak menarik lagi untuk dipandang, gaun yang mulai luntur,
warna yang mulai pudar dan kulit yang sudah mengkerut apalagi semangat hidup.
Mungkin analogi ini menjadi acuan bagi seluruh Kadernya. Mari kita sama
mencermati dengan jujur, apakah masih ada kita mendengar teriakan semangat
perubahan dari HMI? Idealisme, Kajian rutin, diskusi dan bakti social yang
dulunya menjadi budaya HMI kini mulai hilang.
Saya
mengajak pembaca untuk berbaik hati dalam mengambil kesimpulan bahwa Manusia
tetaplah manusia. Khilaf, lalai dan Putus asa selalu ada dalam diri. Saya mengambil
kesimpulan bahwa mungkin kader HMI mulai berada di ambang keputusasaan.
Putus
asa dengan penuh kesadaran bahwa banyak anak muda bahkan mahasiswa lebih
memilih pacaran dan mesra-mesraan, lalu kenapa mereka Kader HMI harus
membuang-buang waktunya untuk menggelar diskusi setiap malamnya ?
Putus
asa dengan penuh kesadaran bahwa masih banyaknya anak muda yang berstatus
mahasiswa diluar sana yang hidupnya baik-baik saja dengan sibuk berpesta serta
mengisi waktunya bermain game di ponsel/Komputer sepanjang malam
tanpa harus memikirkan problem bangsa ini, lalu mengapa Kader HMI rela tak
tidur demi mendengarkan kajian dan
arahan dari seniornya?
Sekeras
dan setajam apapun pemikiranya, sekeras dan sekuat apapun kritikan mereka toh
Negara ini sudah dirusak oleh pejabatnya. Mau mengadu kemana mereka ? mau
mengkritik lewat apa ? Demonstrasi ? bukankah media sudah menjadi darling
penguasa ?
Tapi
apakah putus asa adalah ajaran Islam ? bukankah HMI adalah Organisasi yang
berasaskan Islam ? jika iya, maka semua tingkah laku, tindak tanduk kadernya
harus berlandaskan Islam. Surat Yusuf ayat 87 mengatakan “Wahai anak-anakku !
Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat
Allah, hanyalah orang-orang kafir”
Hari
ini, kita hidup dalam dunia dipenuhi orang-orang yang tidak tahu mana yang
penting. Mahasiswa hari ini buta mana yang harusnya diperjuangkan mati-matian,
dan mana yang harusnya dicampakkan. Kesetiaan hidupnya bertambat pada yang
salah, sehingga gagal menentukan ketulusan.
Semangat
perubahan berada pada pundak pemuda dan itu sudah menjadi kesepakatan berjamaah yang haram hukumnya jika ada yang berniat
membantahnya. Tapi Pemuda yang seperti apa ? ya, tak lain dan tak bukan Pemuda
yang mempunyai kwalitas intelektual atau dengan sebutan Mahasiswa. Sekarang
kita di dihadapkan dengan mahasiswa yang gagal mengorganisir diri menjadi
gerakan penekan kebijakan, sehingga muncul penguasa yang dengan mudahnya
menciptakan hoaks pembangunan dan maraknya pejabat menyalahgunakan kekuasaan.
Dulu,
HMI dikenal dengan semangat Pemudanya mampu membakar semangat perubahan
Masyarakat. Dulu HMI, dengan Ke-Intelektualitas-nya mampu mengeluarkan Ide dan
perubahan baru di Masyarakat dan menawarkan kepada Pemerintah. Dulu HMI, dengan
ke-Sholehan-nya mampu menenangkan semangat perubahan.
Kini,
HMI kompak bersama organisasi mahasiswa lain diam membisu. Gairah menuntut
perubahan mengendor, Sama-sama melempem, takut lapar dan tidak lagi menjadi
pelopor yang menuntut perubahan. Jika sudah seperti ini, bagaimana umat dan
Bangsa dapat maju?
HMI
mulai hilang di peredaran, Masyarakat dan Umat tak lagi mengenal apa itu HMI, HMI
menjadi Organisasi yang sibuk sendiri, Mahasiswa tak lagi tertarik untuk
bergabung dengan HMI dan pelan tapi apakah pasti, HMI akan MATI. Kakanda Cak
Nur sudah memperingatkan HMI jauh-jauh hari bahwa HMI lebih baik Bubar atau
akan menjadi Organisasi yang dilaknat oleh Allah SWT. Atau saya merujuk artikel
dari Mojok bahwa jika HMI sebagai organisasi itu hanya alat, Kalau sudah macet
dan karatan, tinggalkan saja. Pakailah alat baru. Kalau boleh dipakai. Kalau
tidak ya masih ada televisi yang bisa ditonton sebagai obat pelipur lara hati.
Sebelum
semuanya terlambat, HMI harus diberi Vaksin. Mulai dari Komisariat sampai pada
tingkat PBHMI harus kembali menata diri. Putus semua rantai intervensi senior
yang hanya punya kepentingan pribadi,
yang hanya menggunakan HMI sebagai batu loncatan, menjadikan HMI bak Pelacur,
menikmatinya, memanfaatkannya lalu mencampakannya setelah nafsunya terpenuhi.
Sterilkan tiap pengkaderan dari unsur politik praktis dan asmara. Setidaknya
ini untuk sekedar memperlambat kematian HMI.
Tentu
kita semua tidak mau dan tak ingin HMI kembali melahirkan Kader yang lebih suka
pesta ketimbang zikir, jadi pasukan nasi bungkus ketimbang laskar shaum,
produsen pemasok pejabat penghuni
lapas dari pada pencetak penghuni surga.
Hidupkan
kembali budaya HMI. Kajian, diskusi dan Bakti social kembali diadakan.
Kembalilah HMI ke Khitah-mu. Jadilah HMI seperti apa yang di sarankan oleh
Mantan Ketua PBHMI Arief Rosyid Hasan sebagai
Penjaga Budaya dan pelopor semangat perubahan. Semoga tujuan
muliamu untuk
mewujudkan Masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT tercapai.
Yakinkan
dengan Niat, usahakan dengan Ilmu, sampaikan dengan Amal. YAKUSA